Membangun Cinta Bahasa Persatuan
Oleh Setiati Amanah
Oleh Setiati Amanah
. . . . . .
Dalam bahasa sambungan jiwa.
Di mana Sumatra, di situ bangsa.
Di mana Perca, di sana bahasa.
Andalasku sayang, jana bejana.
Sejakkan kecil muda teruna.
Sampai mati berkalang tanah.
Lupa ke bahasa, tiadakan pernah.
Ingat pemuda, Sumatera malang.
Tiada bahasa, bangsa pun hilang.
Dalam bahasa sambungan jiwa.
Di mana Sumatra, di situ bangsa.
Di mana Perca, di sana bahasa.
Andalasku sayang, jana bejana.
Sejakkan kecil muda teruna.
Sampai mati berkalang tanah.
Lupa ke bahasa, tiadakan pernah.
Ingat pemuda, Sumatera malang.
Tiada bahasa, bangsa pun hilang.
Penggalan puisi Karya Muhammad Yamin di atas menggambarkan bagaimana
peran bahasa dalam menyatukan bangsa dari keberagaman. Membangun cinta
di antara pemakainya dan citra bahasa terhadap bangsa, karena bahasa sendiri tiada
lain adalah media komunikasi antara insan satu dengan insan lain.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV, Pasal 36 dan
penjelasannya, dinyatakan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa Negara, dan
bahasa daerah yang dipakai sebagai alat perhubungan dan dipelihara oleh
masyarakat pemakainya, dipelihara juga oleh Negara sebagai bagian kebudayaan
nasional yang hidup. Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat No. 4/MPR/1978 menggariskan bahwa pembinaan
bahasa daerah dilakukan dalam rangka pembangunan bahasa Indonesia sebagai salah
satu sarana identitas nasional. Atas dasar itu pula arti persatuan begitu melekat dalam jiwa bangsa, walaupun latar bahasa kita berbeda
namun kita memliki bahasa persatuan yaitu Bahasa Indonesia.
Jika kita mengingat akan hari Sumpah Pemuda yang dilahirkan
pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada tanggal itu pula 86 tahun yang lalu putra putri bangsa yang
terdiri dari berbagai suku dan budaya di Indonesia dalam kobaran semangat bersama-sama
melahirkan dan mengikrarkan
sumpah pemuda sebagai berikut : 1.Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah
yang satu, Tanah Air Indonesia. 2.Kami putra dan putri Indonesia mengaku
berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. 3.Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Bersaman dengan itu pula penetapan bulan bahasa seperti
yang telah disepakati bersama bahwa Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai Bahasa
Persatuan Bangsa Indonesia.
Di samping
ketentuan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar itu bahwa bahasa
Indonesia merupakan bahasa Negara, bahasa Indonesia pun di Negara Indonesia ini
adalah bahasa resmi. Artinya, dalam semua situasi resmi, baik lisan maupun
tulisan, bahasa Indonesialah
yang kita gunakan. Dalam penggunaan lisan, kita menggunakan bahasa Indonesia
ragam resmi misalnya dalam berpidato, berdiskusi, memberikan pelajaran di depan
kelas, memberikan kuliah, memimpin rapat-rapat dinas dan lain-lain. Dalam penggunaan bahasa tulisan misalnya, kita menulis surat resmi, membuat
laporan dinas, membuat kertas kerja untuk seminar, konferensi, kongres, menulis skipsi, disertasi dan
sebagainya.
Jika kita teliti, maka akan tampak bahwa peran bahasa Indonesia itu tidak hanya menjadi bahasa Negara dan
bahasa resmi. Tetapi juga menjadi bahasa pengantar di sekolah-sekolah, dimulai Taman Kanak-kanak sampai Perguruan
Tinggi,
Tanpa adanya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan,
bangsa indonesia akan tetpecah belah. Apalagi bangsa Indonesia terdiri atas beratus-ratus suku
bangsa dan masing-masing memiliki bahasa daerahnya sendiri-sendiri. Seperti yang dilangsir pada Peta
Bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia (2008) telah mengidentifikasi 442
bahasa daerah di Indonesia, itu akan sukar sekali berhubungan. Komunikasi antar
individu akan menjadi kurang lancar karena kesulitan berbahasa. Tanpa adannya bahasa
persatuan dan bahasa kesatuan bahasa
Indonesia, mungkn persatuan bangsa Indonesia belum akan terwujud seperti
sekarang ini.
Bersyukurlah kita bangsa Indonesia yang begitu memasuki
gerbang pintu kemerdekaan, telah memiliki bahasa kesatuan yang sekaligus
menjadi bahasa nasional. Bahasa Indonesia telah mempermudah kita
memperkembangkan kebudayaan kita, mempercepat majunnya proses pendidikan, dan yang
terpenting ialah mempermudah kita bersatu sebagai bangsa Indonesia. Dengan
bahasa Indonesia kita merasa sebagai satu bangsa, dan karena itu kita merasa
senasib karena terikat didalam satu ikatan bangsa.
Kita tidak mengingkari kenyataan bahwa kita ini terdiri atas
berates-ratus suku bangsa yang masing-masing memiliki bahasa daerahnya sendiri-sendiri, tetapi kenyataan
itu tidaklah mengurangi penghargaan kita terhadap bahasa nasional kita, bahasa
Indonesia. Kita mengakui bahwa bahasa daerah bagi sebagian besar adalah bahasa
pertama yakni bahasa yang pertama sekali kita kenal dalam hidup kita. Bahasa
derah itu kita gunakan di lingkungan keluarga, bahkan dilingkungn kita yang terdekat yaitu di desa atau di
kampung. Kemudian setelah kita masuk ke sekolah, kita berkenalan dengan bahasa Indonesia. Bahasa
Indonesia itu adalah bahasa kedua bagi kita.
Satu hal yang sangat menarik perhatian kita ialah bahwa
walaupun bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua bagi kita, kita tidak merasa
bahwa bahasa itu bahasa asing. Kita merasa memiliki dua bahasa sekaligus tanpa
meletakan yang satu di atas atau lebih dari yang lain. Kita adalah Dwibahasawan yang menguasai dua bahasa.
Bagi kita bangsa Indonesia umumnya, bahasa Indonesia itu
sukar-sukar mudah. Kita katakan bahasa Indonesia itu mudah sebenarnya sukar.
Namun, bila kita katakan sukar, dalam kehidupan setiap hari kita menggunakan
bahasa itu.
Pada umumnya menganggap bahasa Indonesia itu mudah karena
setiap hari di sekitar kita mendengar orang menggunakanya, setiap hari pula
kita membaca karangan-karangan dalam surat kabar, majalah, buku, dsb. Jadi, telinga kita telah terlalu
biasa mendengarnya, dan mata kita sudah terlalu kerap melihatnya dalam bentuk
tullisan. Oleh karena itulah, kebanyakan di antara kita menganggap bahasa Indonesia itu mudah.
Tetapi janganlah kita lupa, seperti yang dikatakan di atas. Bagi sebagian besar di antara
kita rakyat Indonesia ini, bahasa Indonesia itu adalah bahasa kedua. Bahasa
pertama kita atau bahasa-ibu kita ialah bahasa daerah seperti : bahasa Jawa, Sunda, Madura, Bugis,
Makassar, Toraja, Gorontalo, Tontemboan, Tombulu, Sangir, Taulaut, Aceh, Batak,
Minangkabau, Palembang, Banjar, Bali, dan masih banyak lagi lainnya yang tidak
bisa disebutkan di sini satu persatu. Terkadang di samping bahasa daerah kita dan bahasa Indonesia, kita juga
menguasai satu dua bahasa
asing. Karena
itu, kita bukan hanya dwibahasawan, melainkan juga Multibahasawan yaitu orang yang menguasai banyak bahasa sekaligus. Karena
itu pula, janganlah heran apabila bahasa daerah yang kita kuasai itu memainkan
peranan penting dalam perkembangan dan pertumbuhan bahasa Indonesia yang kita
guanakan.
Penguasaan kita terhadap bahasa Indonesia, bahasa nasional
seakan-akan terganggu oleh bahasa daerah, mengapa? Karena pertumbhan bahasa Indonesia itu banyak dipengaruhi oleh
bahasa daerah. Sering sekali tanpa kita sadari, kita berbahasa Indonesia dengan
struktur bahasa daerah. Artinya kata-kata yang kita gunakan dalam bertutur
ialah kata-kata bahasa Indonesia, tetapi struktur kata atau kalimat yang kita
gunakan adalah struktur bahasa daerah. Struktur bahasa daerah itu telah
mendarah daging dalam tubuh kita sehingga sering tidak kita sadari muncul dalam
percakapan kita ketika menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa yang kita gunakan
menjadi terjemahan secara harfiah bahasa daerah.
Dalam perayaan datangnya Bulan Bahasa, umumnya semua
perguruan tinggi di Indonesia mengadakan lomba dan seminar yang berkaitan dengan bahasa dan
sastra Indonesia. Dengan begitu diharapkan kecintaan terhadap bahasa dan sastra
Indonesia tidak akan memudar dan perayaan bulan bahasa juga menjadi wadah bagi
kita semua untuk tetap
mengasah bakat yang kita miliki di bidang bahasa maupun sastra.
Bagaimana sastra?
Karena bulan oktober tidah hanya diperingati sebagai hari
Bulan Bahasa tetapi
juga sastra. Sebaiknya perlu belajar atau mengkaji dan
memberi porsi yang cukup pada bidang sastra. Karena bangsa
yang maju adalah bangsa yang mencintai sastranya.
Sastra tidak hanya berhubungan dengan tulisan, tetapi
dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengeksperesiakan pengalaman atau
pemikiran tertentu. Suatu hasil karya baru dapat dikatakan memiliki nilai sastra bila di dalamnya terdapat kesepadanan antara
bentuk dan isinya, Bentuk bahasanya baik dan indah, susunan beserta isinya dapat menimbulkan
perasaan haru dan kagum di hati pembacanya.
Sastra juga memiliki banyak fungsi dalam kehidupan kita
sehari-hari, di antaranya
: sastra dapat memberikan hiburan yang menyenagkan bagi penikmat atau
pembacanya (fungsi reaktif), sastra mampu
mengarahkan atau mendidik pembacanya karena nilai-nilali kebenaran dan kebaikan
yang terkandung di dalamnya (fungsi
didaktif), sastra mampu memberikan keindahan bagi penikmat atau pembacanya
karena sifat keindahannya (fungsi estetis), sastra mampu memberikan
pengetaahuan kepada pembaca atau peminatnya sehingga tahu moral yang baik dan yang buruk karena sastra yang
baik selalu mengandung moral yang tinggi (fungsi moralitas),
sastrapun menghasilkan karya-karya yang mengandung ajaran agama yang dapat
diteladani para penikamat atau pembaca sastra.
Sudahkah kita siap untuk melangkah lebih jauh dari kata tidak peduli
menjadi lebih peduli? Dari sekedar menelusuri menjadi menggandrungi untuk berbahasa yang baik dan
menikmati sastra? Bahasa dan sastra merupakan kekayaan yang tak ternilai bagi bangsa kita.
Oleh karena itu mari kita sama-sama melestarikan dan
mencintainya bersama.
*Penulis adalah Mahasiswi FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia Unswagati
Cirebon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar