Sate Beber Milik Kita
oleh, Nindi Aulia Rahmah
Ini
cerita tentang sebuah desa yang terletak di ujung selatan Kabupaten Cirebon.
Desa yang didiami lebih dari dari 9000 jiwa penduduknya. Masyarakat menyebutnya
Desa Beber. Konon menurut sesepuh desa, Abah Rajak (87), Desa Beber diambil
dari kata bebersih yang artinya suka
bersih-bersih. Namun dalam versi lain, menurut Abah Nati (82), tokoh desa yang
dituakan, Beber berasal dari kata gegeber
yang berarti kipas-mengipas sebab di Desa Beber dahulunya warganya rata-rata
berprofesi sebagai pembuat hihid, kipas
tradisional yang berasal dari anyaman bambu dan juga sebagai pedagang sate yang
menggunakan hihid untuk gegeber.
Desa
Beber memang dikenal karena satenya. Saat Anda melakukan perjalanan dari
Cirebon ke Kuningan ataupun arah sebaliknya, sepanjang jalan Anda akan disuguhi
asap-asap yang menyebarkan aroma sate kambing yang nikmat. Salah satu Rumah
Makan yang menjadikan sate sebagai menu utamanya adalah Warung Sate Beber milik
H. Suab di Jalan Raya Cirebon – Kuningan No. 111, sebelah Masjid Nurul Huda
Beber.
Warung
Sate Beber milik H. Suab ini adalah usaha keluarga, setiap 2 tahun sekali
kepengurusannya bergantian yang dikelola oleh masing-masing anaknya. Saat saya
melakukan kunjungan, kebetulan tahun ini Warung Sate tersebut di kelola oleh H.
Walim, anak kedua dari H. Suab.
Hari
itu hari rabu, jarum jam menunjukan pukul 13.00 wib, jam makan siang. Beberapa
mobil terparkir di depan Warung Sate Beber, dari mobil yang mewah dan kinclong hingga truk dan bus pariwisata.
Adul (45), terus menggerakan hihidnya
ke depan – ke belakang, sembari membolak-balikan satenya supaya tidak gosong
dan matang sempurna. Ia bertugas sebagai pemanggang di Warung Sate ini, sudah
mengabdi belasan tahun, dan Ia senang bekerja di tempat ini. “ Saya senang
bekerja disini, selain melestarikan kuliner khas Beber, keahlian yang saya
punya hanya ini” tuturnya sambil membolak-balikan sate.
Selain
menyediakan Sate dengan bumbu kacang khas Cirebon, Warung Sate milik H. Walim
pun menyediakan menu Gulai Kambing, Sop Sapi dan masakan lainnya. Adalah Iti
(54) sang juru masak di Warung Sate tersebut, sudah sejak masih gadis ia
bekerja di Warung Sate tersebut. Saat masih gadis ia menjadi pelayan, yang
menerima dan mengantarkan pesanan sekarang ia dipercaya menjadi juru masak,
semua makanan yang disajikan adalah racikan dari tangannya. Menurutnya, Warung
Sate ini tak hanya tempat ia bekerja, tetapi juga tempat ia berkreasi dan
mengembangkan kemampuan yang ibunya ajarkan. “ Saya juga bertemu suami saya
disini” paparnya malu-malu.
Disini selain bekerja mencari
nafkah, pemilik dan karyawannya sudah seperti keluarga, saling mendukung saling
sayang dan merasa memiliki ‘sate beber’, sehingga semuanya bekerja dari hati,
tutur H. Walim. “ kalau pakai hati kan, semua jadi ringan tidak ada beban dan
tentu saja menyajikan yang terbaik” lanjutnya.
Pernyataan pemilik memang benar,
semua itu nampak dari kompaknya para karyawan. Semua tampak ringan dan
menikmati pekerjaannya. Begitulah memang bila rasa memiliki telah melekat,
semua tampak menyenangkan.
maca ciih..
BalasHapus