Pesona Islam dibalik Masjid Merah
Cirebon
Cindy
Pradytha Diputri *)
Masjid
yang sederhana namun sangat menarik perhatian terutama bagi para pendatang yang
sedang berada di kota Cirebon. Masjid merah namanya yang terletak di Kampung
Panjunan, Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemah Wungkuk. Kampung
yang terkenal dengan pembuatan jun atau keramik porselen itu tepatnya berada pada koordinat 06º 43' 087" Lintang Selatan dan 108º
33' 970" Bujur Timur ini berdiri di atas lahan seluas 150 m2.
Warna merah bata memanjakan indera penglihatan saat berada di masjid tersebut.
Masjid
Merah ini didirikan pada tahun 1480, oleh Pangeran Panjunan yang merupakan
murid Sunan Gunung Jati salah satu Wali Songo (Sembilan Wali) penyebar Islam di
Jawa. Menurut risalah kuno Babad Tjerbon, nama asli Pangeran Panjunan adalah
Maulana Abdul Rahman, dimakamkan di Plangon (12 km barat-daya Cirebon). Beliau
mencari nafkah bersama keluarganya dengan membuat keramik. Sampai sekarang
keturunan-keturunannya pun masih memegang tradisi kerajinan keramik tersebut,
meski lebih mengarah kepada tujuan spritiual.
Masjid
Merah ini sebenarnya hanya berukuran 20 m x 20 m kemudian dibangun menjadi 150
meter persegi Pada tahun 1949, disekelilingnya dibangun pagar Kutaosod dari
bata merah setebal 40 cm dan setinggi 1,5 meter. Saat Anda melintas di sekitar
masjid ini, pasti rasa penasaran Anda akan muncul dan menggugah. Terdapat
banyak keunikan dari masjid merah ini, seperti di dinding masjid terdapat
piring-piring porselen asli Tiongkok yang terpampang indah menghiasi masjid.
Menurut legenda, keramik Tiongkok tersebut merupakan bagian dari hadiah kaisar
China.
Keunikan
kedua struktur bangunan, bagian atapnya menggunakan genteng warna hitam sampai
sekarang pun masih dijaga keasliannya. Keunikan lainnya yaitu, mesjid ini
dibangun separuh terbuka. Ada dua ruangan yang dipisahkan oleh pintu kecil,
sebab ruangan tersebut ditutup karena didalamnya masih terdapat mimbar kuno.
Pintu itu akan dibuka hanya dua kali dalam satu tahun, yaitu pada perayaan Idul
Fitri dan Idul adha. Disisi masjid terdapat sebuah makam yang dipagar, namun
tidak terlalu jelas siapa yang dimakamkan di tempat tersebut. Konon, menurut
cerita, masjid merah dibangun hanya dalam satu malam saja.
Masjid
Merah Panjunan juga merupakan hasil perpaduan antara budaya dan agama, yaitu
Buddha dan Hindu setelah kedatangan kedua agama tersebut, baru datang agama
Islam. Dahulu Masjid Merah Panjunan merupakan musala sederhana yang dinamakan
Al-Athyah maknanya “yang dikasihi”. Musala di kembangkan dan dibangun menjadi
masjid, karena zaman dulu belum adanya masjid agung di wilayah Caruban selain tajug yang sederhana dan apa adanya yaitu
Masjid Pejlagrahan sekarang pun masih ada. Menurut warga sekitar Masjid Merah
ini tidak pernah direnovasi sekali pun dan sampai sekarang masih terlihat
gagah, berdiri dengan tubuh mungilnya. Subhanallah.
Menurut
Pak Andi Rosadi, salah satu penjaga masjid. Zaman dulu, beliau masih berumur 15
tahun, “masjid merah memiliki 3 momolo dan jimat yang terdapat pada ruangan
kecil yang ditutup. Namun, momolo dan jimat tersebut tiba-tiba saja hilang. Dan
setelah ada utusan dari masjid merah tersebut pergi ke Banten, dan mengecek
keberadaan momolo tersebut ternyata momolo dan jimat tersebut sudah berpindah
ke saudaranya yaitu di Banten. Entah, siapa yang memindahkannya yang pasti
momolo tersebut hilang dan berpindah dengan sendirinya”. “Tidak hanya itu”,
ujar Pak Andi, “dahulu juga terdapat kejadian-kejaidan aneh misalnya seorang
laki-laki yang sedang tidur dengan enaknya di masjid, kemudian setelah bangun
ia dipindahkan ke samping sumur dekat masjid tentu saja orang tersebut merasa
kaget yang tadinya tidur di masjid tiba-tiba berpindah disamping sumur, sampai
ada pula yang lebih-lebih menyeramkan dari itu. Seorang laki-laki yang sedang
tidur dipindahkan ke dalam katil masjid, tentu saja orang tersebut cemas, dan
lari ketakutan.” Menurutnya, “orang-orang tersebut merupakan jiwa-jiwa kotor
dan orang yang tidak suci, mempunyai niat yang buruk sehingga di pindahkan
dengan sendirinya.”
Ada
kejadian yang lain pula, menurutnya dahulu ada seseorang yang sedang khusu
berdzikir di masjid kemudian ia tertidur. Setelahnya ia terbangun dan melihat
sosok orang yang berjanggut panjang, mengenakan jubah putih kemudian memberikan
sebuah tasbih kepada lelaki tersebut. Menurut Pak Andi, lelaki tersebut adalah
“Mbah Kuwu yang akan muncul dan hanya orang-orang yang beruntung yang dapat ditemuinya.”
Sungguh luar biasa Masjid Merah ini, biar mungil, pendek tetapi sungguh luar
biasa keberadaannya. Menjadi budaya menarik dan memikat rasa. Kita sepatutnya
bangga atas keberadaan masjid merah yang menjadi salah satu pesona kebudayaan
islam di Cirebon.
*) Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar