MENGAIS
REZEKI DENGAN KETULUSAN MERENTAS BUDAYA
Kasih
anak sepanjang galah, kasih ibu sepanjang jalan. Mungkin pepatah tadi bisa
melukiskan betapa besarnya kasih sayang seorang ibu kepada anaknya yang tak
pernah lekang oleh waktu. Salah satunya adalah Ibu Tasumi, seorang penjual
Docang di Jalan Ks.Tubun, Kota Cirebon. Ia sudah berjualan docang selama 15
tahun lalu. “Dulu itu yang jualan docang bapak, tapi berhubung bapak sudah tua,
kasihanlah, biar ibu saja yang jualan,” terangnya. Hal tersebut ia ungkapkan
ketika penulis berkunjung ke tempat jualannya.
Ibu
Tasumi memiliki tiga orang anak, anak bungsunya kini telah bekerja disalah satu
perusahaan di Jakarta, dan kedua yang lainnya masih bersekolah di bangku SD dan
SMP. Meskipun kini anak bungsunya telah bekerja, namun pendapatan anak
bungsunya itu hanya cukup untuk mecukupi kebutuhan sehari-harinya saja. “Ibu
sih ikhlas, engga dapet uang dari anak. Yang penting di sini penghasilan ibu
masih cukuplah untuk kebutuhan sehari-hari,” tuturnya.
Pukul lima pagi ia harus pergi ke pasar untuk
berbelanja bahan-bahan keperluan dagangannya dengan menggunakan sepeda. Setelah
itu ia menjajalkan dagangannya dengan tas kecil yang menempel di tubuhnya sembari
mendorong gerobak dari Jalan Pancuran sampai di Jalan Ks. Tubun. Untuk seorang
perempuan, mungkin itu adalah pekerjaan yang berat, namun tetap ia lakukan
dengan penuh keikhlasan demi membantu suaminya menafkahi keluarga serta
menyekolahkan anak-anaknya.
Ibu
Tasumi sudah mencoba berjualan bubur sop ayam dan juga ketoprak, namun karena
tidak terlalu banyak peminatnya, ibu tasumi memutuskan untuk berjualan docang
kembali. “Kalo docang itu bahan-bahannya tidak terlalu banyak jadi mudah
dicari, terus juga itung-itung melestarikan makanan khas Cirebon,” terangnya. Sering
sekali dagangannya tidak habis, Ibu yang murah senyum ini pun tidak serta merta
membuang sisa barang dagangannya, namun sisa dagangannya ia jadikan sebagai
menu makan malam keluarganya.
Ketika
tuntutan hidup yang membuat kita berusaha keras untuk mencukupi nafkah,
ternyata sebenarnya di balik itu semua kita harus menanamkan rasa memiliki
kebudayaan sendiri agar tidak tergerus zaman dan hilang begitu saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar