Sabtu, 27 Desember 2014

MENGAIS REZEKI DENGAN KETULUSAN MERENTAS BUDAYA



MENGAIS REZEKI DENGAN KETULUSAN MERENTAS BUDAYA

Kasih anak sepanjang galah, kasih ibu sepanjang jalan. Mungkin pepatah tadi bisa melukiskan betapa besarnya kasih sayang seorang ibu kepada anaknya yang tak pernah lekang oleh waktu. Salah satunya adalah Ibu Tasumi, seorang penjual Docang di Jalan Ks.Tubun, Kota Cirebon. Ia sudah berjualan docang selama 15 tahun lalu. “Dulu itu yang jualan docang bapak, tapi berhubung bapak sudah tua, kasihanlah, biar ibu saja yang jualan,” terangnya. Hal tersebut ia ungkapkan ketika penulis berkunjung ke tempat jualannya.
Ibu Tasumi memiliki tiga orang anak, anak bungsunya kini telah bekerja disalah satu perusahaan di Jakarta, dan kedua yang lainnya masih bersekolah di bangku SD dan SMP. Meskipun kini anak bungsunya telah bekerja, namun pendapatan anak bungsunya itu hanya cukup untuk mecukupi kebutuhan sehari-harinya saja. “Ibu sih ikhlas, engga dapet uang dari anak. Yang penting di sini penghasilan ibu masih cukuplah untuk kebutuhan sehari-hari,” tuturnya.
 Pukul lima pagi ia harus pergi ke pasar untuk berbelanja bahan-bahan keperluan dagangannya dengan menggunakan sepeda. Setelah itu ia menjajalkan dagangannya dengan tas kecil yang menempel di tubuhnya sembari mendorong gerobak dari Jalan Pancuran  sampai di Jalan Ks. Tubun. Untuk seorang perempuan, mungkin itu adalah pekerjaan yang berat, namun tetap ia lakukan dengan penuh keikhlasan demi membantu suaminya menafkahi keluarga serta menyekolahkan anak-anaknya.
Ibu Tasumi sudah mencoba berjualan bubur sop ayam dan juga ketoprak, namun karena tidak terlalu banyak peminatnya, ibu tasumi memutuskan untuk berjualan docang kembali. “Kalo docang itu bahan-bahannya tidak terlalu banyak jadi mudah dicari, terus juga itung-itung melestarikan makanan khas Cirebon,” terangnya. Sering sekali dagangannya tidak habis, Ibu yang murah senyum ini pun tidak serta merta membuang sisa barang dagangannya, namun sisa dagangannya ia jadikan sebagai menu makan malam keluarganya.
Ketika tuntutan hidup yang membuat kita berusaha keras untuk mencukupi nafkah, ternyata sebenarnya di balik itu semua kita harus menanamkan rasa memiliki kebudayaan sendiri agar tidak tergerus zaman dan hilang begitu saja.
Arin Restu Fauzi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar