SETIA DI BALIK
KUBAH
Oleh Rahayu Aliyaniwati
Keikhlasan
dan kesetiaan dalam mengabdi adalah kunci awal ibu beranak empat dan enam belas
cucu ini. Ibu Aenah wanita berusia 55 tahun tetap setia mengabdi di balik kubah
Masjid Merah Panjunan.
Masjid
Merah Panjunan merupakan sebutan masjid yang tersusun dari susunan bata merah,
berpilar kayu jati yang kokoh dan berhiaskan piring-piring cantik asal
Tiongkok, China yang terdapat di daerah Panjunan kota Cirebon. Masjid Merah
Panjunan adalah salah satu masjid yang berada di kota Cirebon yang memiliki
sejarah budaya Islam yang cukup kental. Oleh karena itu, Masjid Merah Panjunan
ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya di kota Cirebon sebagaimana telah
tercantum dalam Surat Keputusan Walikota Cirebon Tahun 2001, Tentang
Perlindungan dan Pelestarian Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya di Kota Cirebon.
Seperti
halnya kawasan dan bangunan cagar budaya yang di dalamnya terdapat juru kunci
dan penjaga yang merawat dan menjaga kawasan tersebut, di masjid merah terdapat
pula juru kunci dan penjaga yang mana juru kunci Masjid Merah Panjunan
ditetapkan oleh departemen terkait yang diutus oleh pemerintah kota Cirebon
sedangkan penjaganya adalah tenaga sukarela dari masyarakat sekitar, Ibu Aenah
ialah salah satunya.
Ibu
Aenah kelahiran tahun 1959, sebagian waktunya ia habiskan di Masjid yang
tersusun dari bata merah, pilar kayu jati dan berhiaskan piring-piring cantik
asal Tiongkok di dindingnya. Beliau memulai kegiatannya di Masjid tersebut
sejak pukul 09.00 WIB hingga pukul 19.00 WIB. Kegiatan yang dilakukannya di dalam
masjid tersebut meliputi kegiatan kebersihan, dan sejumlah kegiatan lainnya
yang berhubungan dengan tamu-tamu yang datang ke Masjid Merah Panjunan tersebut,
seperti, menjelaskan sejarah berdirinya masjid tersebut dan melayani
pertanyaan-pertanyaan yang di lontarkan oleh pengunjung. Tak hanya itu,
pengunjung yang datang dengan tujuan meminta air sumur yang terdapat di Masjid
Merah Panjunan yang konon berkhasiat
untuk mendatangkan berkah dan keselamatan pun tetap dilayani dengan baik oleh
ibu Aenah.
Balutan
Kaos sederhana dengan celana karet sepanjang lutut pun menjadi seragam
sederhana ibu Aenah sehari-hari, meski ia kerap kali menggunakan gamis indahnya
pada beberapa acara tertentu yang biasanya diadakan setahun dua kali di Masjid
Merah Panjunan seperti acara kebesaran Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Ibu
Enah ialah nama panggilan ibu Aenah.
Kerlingan
kelopak mata dan bulu mata yang menyelimuti bola mata Bu Enah yang sayu dan
berselimut selaput katarak yang ia deritanya tidak menghalangi aktivitasnya
sehari-hari dalam pengabdiannya di Masjid kebanggaannya, Masjid Merah Panjunan.
“Ibu sih senang mengabdi di Masjid Merah Panjunan ini.” ujar Bu Enah. Kesenangannya
mengabdi di masjid tersebut sudah menjadi bagian dari hidupnya. Cucu yang
berjumlah enam belas dari empat orang anak Bu Enah menjadi sumber semangatnya
dalam menjalani kesehariannya itu, meski tidak mendapat gaji dari pemerintah
sekalipun ia masih bisa menopang kehidupannya dari rezeki yang kerap kali
datang menghampirinya melalui tangan-tangan sukarela pengunjung Masjid Merah
Panjunan.
Sudah
tujuh tahun, Ibu Enah setia mengabdi di masjid kebanggaannya, Mesjid Merah
Panjunan. Sudah tiga tahun lamanya juga Ibu Enah di tinggal suami tercinta ke pangkuan
Sang iIlahi . Semakin terasa letihnya tanpa ada suami yang mendampingi Bu Enah,
suka duka yang beliau alami pun ia tanggung sendiri tanpa ingin memberikan
beban kepada anak-anak dan cucu-cucunya. “Sedihnya itu kalau lagi banyak
pengunjung yang datang, ibu kadang-kadang telat bahkan sampai tidak shalat
belum lagi omongan-omongan teman-teman sesama penjaga yang rebutan pengunjung.
Ibu mah diem aja, ikhlas, minta ampun ke Gusti Allah yang bisa ibu lakukan,” ujar
ibu Enah. Keikhlasan Ibu Enah dan kesetiaannya dalam menjalani hidupnya di
Masjid Merah Panjunan menjadi kunci utama yang beliau miliki di dalam dirinya.
Harapan-harapan di dalam hatinya pun tak pernah pupus dalam jiwanya, beliau
ingin sekali melaksanakan ibadah Haji, tetapi entah kapan hal itu bisa
terlaksana. Hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui. Ibu Enah hanya menjalankan
sekenario yang ditakdirkan oleh-Nya untuk Ibu Enah. Dorce Gamalama seorang public figur pernah mengunjungi Masjid
Merah Panjunan dan bertemu dengan Ibu Enah serta melakukan ibadah shalat
bersamanya. Ibu Enah merasa senang dapat bertemu dengan public figur seperti Dorce Gamalama yang ramah dan peduli. Bahkan Dorce
Gamalama pada saat itu sempat memberikan jam dinding berukuran sedang untuk
Masjid Merah Panjunan. “Senang rasanya kalau ada yang peduli dengan masjid ini,
ya semoga tambah banyak yang peduli dengan masjid ini khususnya pemerintah juga
bisa lebih peduli dengan Masjid ini,” ujar Bu Enah.
Semakin
banyak yang peduli akan Masjid atau tempat-tempat ibadah, akan semakin damai Negeri
Indonesia tercinta ini. Apalagi dengan mayoritas penduduknya yang beragama
Islam, alangkah lebih baik jika disetiap masjid dimakmurkan dengan kepedulian
umatnya. Tidak hanya bergantung pada satu orang yang berperan, tetapi juga
semua warga muslim harus lebih berperan aktif terhadap kemakmuran masjid.
Rahayu Aliyaniwati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar