Minggu, 28 Desember 2014

SETIA DI BALIK KUBAH





SETIA DI BALIK KUBAH
Oleh Rahayu Aliyaniwati

Keikhlasan dan kesetiaan dalam mengabdi adalah kunci awal ibu beranak empat dan enam belas cucu ini. Ibu Aenah wanita berusia 55 tahun tetap setia mengabdi di balik kubah Masjid Merah Panjunan.

Masjid Merah Panjunan merupakan sebutan masjid yang tersusun dari susunan bata merah, berpilar kayu jati yang kokoh dan berhiaskan piring-piring cantik asal Tiongkok, China yang terdapat di daerah Panjunan kota Cirebon. Masjid Merah Panjunan adalah salah satu masjid yang berada di kota Cirebon yang memiliki sejarah budaya Islam yang cukup kental. Oleh karena itu, Masjid Merah Panjunan ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya di kota Cirebon sebagaimana telah tercantum dalam Surat Keputusan Walikota Cirebon Tahun 2001, Tentang Perlindungan dan Pelestarian Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya di Kota Cirebon.
Seperti halnya kawasan dan bangunan cagar budaya yang di dalamnya terdapat juru kunci dan penjaga yang merawat dan menjaga kawasan tersebut, di masjid merah terdapat pula juru kunci dan penjaga yang mana juru kunci Masjid Merah Panjunan ditetapkan oleh departemen terkait yang diutus oleh pemerintah kota Cirebon sedangkan penjaganya adalah tenaga sukarela dari masyarakat sekitar, Ibu Aenah ialah salah satunya.
Ibu Aenah kelahiran tahun 1959, sebagian waktunya ia habiskan di Masjid yang tersusun dari bata merah, pilar kayu jati dan berhiaskan piring-piring cantik asal Tiongkok di dindingnya. Beliau memulai kegiatannya di Masjid tersebut sejak pukul 09.00 WIB hingga pukul 19.00 WIB. Kegiatan yang dilakukannya di dalam masjid tersebut meliputi kegiatan kebersihan, dan sejumlah kegiatan lainnya yang berhubungan dengan tamu-tamu yang datang ke Masjid Merah Panjunan tersebut, seperti, menjelaskan sejarah berdirinya masjid tersebut dan melayani pertanyaan-pertanyaan yang di lontarkan oleh pengunjung. Tak hanya itu, pengunjung yang datang dengan tujuan meminta air sumur yang terdapat di Masjid Merah Panjunan  yang konon berkhasiat untuk mendatangkan berkah dan keselamatan pun tetap dilayani dengan baik oleh ibu Aenah.
Balutan Kaos sederhana dengan celana karet sepanjang lutut pun menjadi seragam sederhana ibu Aenah sehari-hari, meski ia kerap kali menggunakan gamis indahnya pada beberapa acara tertentu yang biasanya diadakan setahun dua kali di Masjid Merah Panjunan seperti acara kebesaran Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Ibu Enah ialah nama panggilan ibu Aenah.
Kerlingan kelopak mata dan bulu mata yang menyelimuti bola mata Bu Enah yang sayu dan berselimut selaput katarak yang ia deritanya tidak menghalangi aktivitasnya sehari-hari dalam pengabdiannya di Masjid kebanggaannya, Masjid Merah Panjunan. “Ibu sih senang mengabdi di Masjid Merah Panjunan ini.” ujar Bu Enah. Kesenangannya mengabdi di masjid tersebut sudah menjadi bagian dari hidupnya. Cucu yang berjumlah enam belas dari empat orang anak Bu Enah menjadi sumber semangatnya dalam menjalani kesehariannya itu, meski tidak mendapat gaji dari pemerintah sekalipun ia masih bisa menopang kehidupannya dari rezeki yang kerap kali datang menghampirinya melalui tangan-tangan sukarela pengunjung Masjid Merah Panjunan.
Sudah tujuh tahun, Ibu Enah setia mengabdi di masjid kebanggaannya, Mesjid Merah Panjunan. Sudah tiga tahun lamanya juga Ibu Enah di tinggal suami tercinta ke pangkuan Sang iIlahi . Semakin terasa letihnya tanpa ada suami yang mendampingi Bu Enah, suka duka yang beliau alami pun ia tanggung sendiri tanpa ingin memberikan beban kepada anak-anak dan cucu-cucunya. “Sedihnya itu kalau lagi banyak pengunjung yang datang, ibu kadang-kadang telat bahkan sampai tidak shalat belum lagi omongan-omongan teman-teman sesama penjaga yang rebutan pengunjung. Ibu mah diem aja, ikhlas, minta ampun ke Gusti Allah yang bisa ibu lakukan,” ujar ibu Enah. Keikhlasan Ibu Enah dan kesetiaannya dalam menjalani hidupnya di Masjid Merah Panjunan menjadi kunci utama yang beliau miliki di dalam dirinya. Harapan-harapan di dalam hatinya pun tak pernah pupus dalam jiwanya, beliau ingin sekali melaksanakan ibadah Haji, tetapi entah kapan hal itu bisa terlaksana. Hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui. Ibu Enah hanya menjalankan sekenario yang ditakdirkan oleh-Nya untuk Ibu Enah. Dorce Gamalama seorang public figur pernah mengunjungi Masjid Merah Panjunan dan bertemu dengan Ibu Enah serta melakukan ibadah shalat bersamanya. Ibu Enah merasa senang dapat bertemu dengan public figur seperti Dorce Gamalama yang ramah dan peduli. Bahkan Dorce Gamalama pada saat itu sempat memberikan jam dinding berukuran sedang untuk Masjid Merah Panjunan. “Senang rasanya kalau ada yang peduli dengan masjid ini, ya semoga tambah banyak yang peduli dengan masjid ini khususnya pemerintah juga bisa lebih peduli dengan Masjid ini,” ujar Bu Enah.
Semakin banyak yang peduli akan Masjid atau tempat-tempat ibadah, akan semakin damai Negeri Indonesia tercinta ini. Apalagi dengan mayoritas penduduknya yang beragama Islam, alangkah lebih baik jika disetiap masjid dimakmurkan dengan kepedulian umatnya. Tidak hanya bergantung pada satu orang yang berperan, tetapi juga semua warga muslim harus lebih berperan aktif terhadap kemakmuran masjid.

Rahayu Aliyaniwati
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar